Kepada empunya malam
Di sudut paling
sepi, paling lirih
Sajak-sajak doa
kami gantungkan di sana, pada awan yang kau tinggalkan merana.
Barangkali,
selepas malam, embun rindu membasuh puisi yang sedang layu.
Melumat sajak
yang sedang terdiam kaku
Lalu berkecambah
rima yang sama di sudut kapela.
Barangkali, kau
dan Tuhan adalah candu paling nikmat yang sering kuteguk
Kadang bikin
pusing, bising dan merinding
Sesekali bikin
sepi sendiri lalu pergi.
Entahlah,,
Nice Place, pada musim senja
Sudut nikmat
Pada setiap larik
yang hampir lapuk, kita seperti asap yang menyapa langit
Sesekali perlu
mengambil jarak lalu sujud dengan sajadah kusut di persimpangan paling sudut
Akh,
aromaMu bak kopi
yang sedang bercumbu dengan rokok.
Nikmat sampai di
lubuk
Tuhan,
mencintaiMu
adalah luka tapi nikmat yang sering kulumat,
berkali-kali
menjelma puisi doa dengan sejuta rindu
yang melangit
akh,
Doa-doa kita
sudah busuk,
kata-kata sudah
lapuk
tapi masih asyik
di lubuk.
Nice Place, pada musim senja
mantap..salam hangat pada senja,,
BalasHapusHahahha maksi o tata yang paling baik dan tidak sombong
BalasHapusMantap Reu. Trus kembangkan potensi yang ada....
BalasHapusMantap
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusProficiat
BalasHapusSemacam absurdisme di dlm sunyi tentang Dia yg tak pernah sederhana! Ucapan-ucapan ketat dengan diksi literer yang kuat menjadikan ia sedikit prismatis, keanggunan bahasa puisi yg mahal harganya tdk terbayar oleh rasionalitas modern!
BalasHapusMantap Ama! Rokok dan kopi semestinya melahirkan puisi!
Mantap fr
HapusMantap om frater
BalasHapusMantap...jng lupa kunjung balik
BalasHapusKeren ade fr.... congrats 👏👏
BalasHapus